TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Harvard University, Prof. Peter Timmer, menyatakan bahwa pola konsumsi masyarakat di Indonesia telah berubah dari mengkonsumsi bahan pangan segar beralih ke makanan olahan buatan pabrik. Hasil penelitian Timmer mencatat masyarakat miskin paling menikmati makanan pabrikan tersebut.
"Bahkan, masyarakat termiskin di pedesaan kini sudah mengkonsumsi pangan olahan," ujar Timmer dalam sebuah diskusi di Kementerian Perdagangan, Rabu, 11 Juni 2014. (Baca: Penelitian: Makanan Cepat Saji Pemicu Kemalasan)
Dari penelitian Timmer di 2010, dalam sehari masyarakat termiskin Indonesia mengkonsumsi 42,5 persen makanan yang diproses secara sederhana dan 18,5 persen yang diproses dengan teknologi tinggi, misalnya mi instan. Sedangkan 23,8 persen makanan diproduksi sendiri dan 15,1 persen makanan segar diperoleh dari pihak lain.
"Masyarakat miskin itu satu dari enam kelompok masyarakat yang paling banyak menikmati makanan olahan pabrik," ucapnya.
Pada masyarakat kelas atas perkotaan, Timmer mengatakan konsumsi bahan pangan yang ditanam sendiri hanya 11,2 persen, lalu ada 15,6 persen makanan segar dari pihak lain, 33,9 persen makanan yang diproses secara sederhana dan 39,3 persen diproses dengan teknologi tinggi.
"Porsi terbesar pengeluaran konsumen sudah bergeser dari produk pertanian ke produk yang bernilai tambah," ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi membenarkan pernyataan Timmer tersebut. Pergeseran pola konsumsi dipengaruhi faktor urbanisasi. Dia menjelaskan rantai pasok produk industri di perkotaan lebih baik dibanding produk segar. "Urbanisasi akan mengubah pola diet masyarakat," katanya.
PINGIT ARIA
Populer
Tragis, Pesepak Bola Asal Rusia Jualan Jus di Solo
Anak Tukang Becak ini Lulus dengan IPK 3,96
Lawan Semen Padang U-21, Timnas U-19 Rotasi Pemain
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.