Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, usai berorasi di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat (29/5). Jokowi dan Jusuf Kalla menghadiri deklarasi pemenangan mereka yang diusung sejumlah tokoh Jawa Barat, kader partai, dan para simpatisan pendukung. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang pemungutan suara pada 9 Juli 2014, kedua pasangan capres dan cawapres disibukkan dengan merebut perhatian rakyat. Berbagai cara pun mereka lakoni untuk memperoleh suara.
Selain memantapkan citra lewat visi dan misi, penampilan capres dan cawapres pun menjadi hal penting dan diperhatikan demi merebut suara rakyat.
Jokowi misalnya. Dari awal pencalonannya sebagai presiden, Jokowi selalu tampil dengan kemeja putih. Namun, setelah meminang Jusuf Kalla sebagai pendampingnya, Jokowi kembali mengenakan kemeja kotak-kotak yang menjadi khasnya selama jadi gubernur.
Jokowi berpendapat, ia kembali mengenakan kemeja kotak-kotaknya karena ingin membedakan dirinya dengan calon presiden lain. Prabowo dan Hatta memang memilih safari putih sebagai seragam kebesarannya.
Pilihan warna putih oleh Prabowo-Hatta dinilai telah meniru pasangan Jokowi Hatta dan Jusuf Kalla yang sebelumnya telah mengenakan kemeja putih. Lantas apa kata pengamat mode dan gaya hidup, Sonny Muchlison.
"Jokowi kurang percaya diri dengan penampilannya," kata Sonny kepada Tempo, Minggu 1 Mei 2014.(Baca : Baju Beda, Jokowi: Ini Kombinasi Muda-Pengalaman )
Lebih lanjut Sonny menjelaskan, pemilihan warna yang sama tidak bisa dikatakan meniru penampilan. "Semua orang punya hak untuk memilih warna dan itu bukan meniru, kalau misalnya Prabowo mengikuti bentuk baju Jokowi, misalnya kantong dan lain-lain itu baru bisa dikatakan meniru," Sonny menjelaskan.
Baik Jokowi maupun Prabowo, Sonny menilai penampilan keduanya tidak ada yang mencerminkan ikon kebudayaan Indonesia. Hanya simbol politik dan simbol religius.
"Saya menilai tim sukses dari keduanya, kurang kreatif memunculkan ikonik dari penampilannya," kata Sonny.
RINA ATMASARI