TEMPO.CO, Jakarta - Masalah pernikahan yang serius tidak terjadi dalam semalam; datang merayap dan bertahap. Dan fakta yang mengejutkan, penelitian menunjukkan bahwa rata-rata masalah sudah muncul dalam enam tahun atau lebih sebelum akhirnya 'meledak'.
Selain itu, sebagian orang yang meninggalkan pernikahan mereka tanpa pernah menerima bantuan sama sekali; pernikahan selesai begitu saja. Padahal, konsultasi perkawinan kerap berhasil menyelamatkan biduk rumah tangga yang berada di ambang perpecahan.
Apa yang harus dilakukan jika pergolakan masalah pernikahan mulai muncul? Michele Weiner-Davis, konsultan pernikahan dan pendiri situs www.divorcebusting.com menyarankan untuk mengantisipasi sejak awal dan segera mencari bantuan begitu tanda-tanpa masalah muncul.
Dalam tulisannya di situs Huffington Post, ia mengurai enam tanda pernikahan mulai bermasalah, yaitu:
Anda berpikir untuk berselingkuh
Ada banyak alasan mengapa Anda mungkin tergoda untuk memiliki affair. Anda mungkin ingin kegembiraan yang berasal dari hubungan baru. Anda mungkin ingin merasakan gairah seks dengan pasangan yang berbeda. Anda mungkin merindukan perhatian dan apresiasi. Anda mungkin menikmati pengambilan risiko. Anda mungkin rindu untuk berhubungan dengan seseorang yang Anda anggap lebih mirip dengan Anda. Anda mungkin ingin melarikan diri dari tanggung jawab dan rutinitas sehari-hari.
Terlepas dari alasan orang untuk tidak setia, perselingkuhan adalah tanda ada masalah dalam perkawinan. Padahal, kata Weiner-Davis, mencari seseorang di luar sana tidak memecahkan ketidakbahagiaan perkawinan. Bahkan, urusan ini sering membuat masalah yang tidak diinginkan. Kebohongan dan ras bersalah kerap menimbulkan penghindaran dan keterpisahan. Asumsi fantasi luar nikah Anda adalah tanda-tanda yang kuat bahwa pernikahan Anda tengah berjalan keluar dari rel. Waspadalah.
Anda bertengkar tentang hal yang sama berulang-ulang
Pernikahan dan konflik berjalan beriringan. Tidak mungkin untuk dua orang yang hidup di bawah atap yang sama tanpa ada perbedaan pendapat.
Yang harus Anda catat, masalah tidak akan benar-benar diatasi secara tuntas jika Anda menggunakan argumentasi yang sama secara berulang-ulang dan tak mempertimbangkan argumen pasangan.
Jika ini terjadi, pernikahan Anda akan menjadi sangat tidak menyenangkan dan Anda akan mulai fokus yang negatif dari hubungan Anda. Atau Anda akan menghindari menghabiskan waktu bersama-sama. Anda akan mulai merasa kalah dan putus asa. Anda mungkin mulai bertanya-tanya bahwa Anda berada dalam hubungan yang salah. Waspadalah, Anda berada di lampu kuning keretakn rumah tangga.
Eskalasi pertikaian kian meningkat
Selain perbedaaan pendapat yang sama, ketika cekcok intensitasnya kian bertambah dari waktu ke waktu, Anda harus waspada.
Kadang-kadang, meningkatnya pertikaian dapat mengakibatkan kekerasan baik secara lisan maupun fisik, yang tak bisa diterima oleh kedua belah pihak pasangan. Jika Anda melihat bahwa pertikaian Anda dengan pasangan menjadi kian menyakitkan, maka artinya ada penyebab mendasar yang tidak tertangani.
Kurangnya keterampilan komunikasi turut memperburuk hal ini. Cekcokpun menjadi semakin sengit dan menimbulkan dampak yang kian serius.
Menghabiskan sedikit waktu bersama-sama
Tak ada yang lebih penting ketimbang menyisihkan waktu 'sakral' bagi satu sama lain untuk menikmati keberduaan. Entah itu anak-anak, pekerjaan, teman, hobi, keluarga, dan sebagainya, kerap membuat jarak dengan pasangan.
Ketika ini terjadi, pasangan berhenti menjadi teman dan hubungan emosional mulai merenggang. Secara batiniah, mereka mulai menjalani hidup terpisah.
Lebih berfokus pada anak-anak ketimbang satu sama lain
Budaya kita telah menjadi sangat anak-sentris, yang berarti kita menempatkan anak-anak kita di tengah-tengah kehidupan kita. Kita membuat mereka prioritas nomor satu. Ada banyak alasan kita melakukan ini.
Mungkin kita merasa diabaikan saat anak-anak dan kita ingin memberikan anak-anak kita kehidupan yang lebih baik. Atau, kita melihat orang lain menjadi anak-sentris dan kita secara sadar atau tidak terdorong untuk melakukan hal yang sama. Kita sibuk dengan pekerjaan dan merasa bahwa semua waktu luang harus dihabiskan dengan anak-anak. Di permukaan, alasan ini masuk akal.
Namun, ketika kita menjalani hidup kita dengan cara ini, pernikahan kita menderita. Kita menjadi asing dengan pasangan kita. Kita merasa lebih terhubung dengan anak-anak kita daripada dengan pasangan kita.
Hal ini menjelaskan mengapa banyak pasangan bercerai justru ketika anak-anak sudah besar. Setelah anak-anak meninggalkan rumah, kekosongan hubungan terasa luar biasa.
"Saya selalu memberitahu pasangan bahwa hal terbaik yang bisa mereka lakukan untuk anak-anak mereka adalah untuk membuat pernikahan hal yang paling penting dalam hidup mereka. Anak-anak mendapat manfaat besar ketika orangtua mereka penuh kasih dan mesra," kata Weiner-Davis.
Maka jika Anda menemukan diri Anda atau pasangan Anda lebih memperhatikan anak-anak Anda ketimbang satu sama lain, saatnya berhenti dan pindah persneling. Masukkan kebersamaan bersama pasangan sebagai salah satu agenda penting hari-hari Anda.
Makin jarang melakukan hubungan intim
Jangan dibaca sebagai rumah tangga dengan sedikit hubungan intim di dalamnya berada di ambang perpecahan. Ketika masalah komunikasi sudah sedemikian buruk, maka urusan ranjang juga ikut runyam.
Hal lain, jika komunikasi 'ranjang' tak lagi selaras. Anda yang memiliki keinginan untuk bermesraan rendah, mengabaikan pasangan yang justru ingin hal sebaliknya.
Ketika hubungan intim mulai jarang dilakukan, Anda atau pasangan Anda harus memeriksa kembali alasan mengapa hal itu terjadi. Membiarkan masalah ini sama dengan menempatkan hubungan perkawinan dalam risiko.
HUFFINGTON POST | INDAH P.
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.