Jakarta, Fogging atau penyemprotan nyamuk sebagai vektor atau hewan perantara virus dengue kerap menjadi satu-satunya tindakan andalan pencegah penyakit demam berdarah dengue (DBD). Efektifkah?
"Konsepnya memang pencegahan itu lebih baik daripada pengobatan. Tapi fogging itu membunuh nyamuk dewasa, bukan larva," ungkap Dr dr Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI, dokter spesialis penyakit dalam RSCM.
Hal tersebut ia ungkapkan dalam acara 'SOHO #BetterU: Hari Demam Berdarah ASEAN', yang diselenggarakan di Artotel Hotel Thamrin, Jl Sunda, Jakarta, seperti ditulis Rabu (11/6/2014).
Menurut dr Leonard, nyamuk yang menghisap darah dan mampu menyebarkan virus adalah nyamuk dewasa, bukan larva. Itu sebabnya fogging kerap dinilai kurang maksimal jika diandalkan satu-satunya.
"Sampai sekarang sih memang masih dipakai, tapi efek sampingnya banyak. Kalau terhirup bisa mengganggu saluran napas," tuturnya.
Untuk meminimalisasi munculnya efek samping tersebut, kini lebih banyak dilakukan fogging fokus.
"Dulu jika ada seseorang kena DBD, otomatis radius 100 m sekelilingnya akan di-fogging. Tapi dengan fogging fokus, petugas melihat adakah jentik nyamuk, karena bisa saja pasien terinfeksi di sekolah atau di kantor. Kan dia bs ikut lift. Kalau memang ditemukan jentik, baru di-fogging. Kalau tidak, baru diduga saja," terang dr Leonard.
Oleh sebab itu, selain fogging, masyarakat dinilai perlu melakukan perubahan perilaku yang lebih bersih dan sehat melalui 3M plus. Di antaranya menutup, menguras dan memanfaatkan barang bekas. Sementara plusnya yaitu dengan menggunakan pestisida atau kelambu, dan dilakukan di semua tempat termasuk rumah dan kantor.
(
ajg/up)