Jakarta, Masyarakat Indonesia terancam penyakit-penyakit berbahaya akibat merokok. Risikonya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan jumlah perokok aktif yang semakin meningkat di kalangan generasi muda.
Hingga kini, Indonesia masih belum mengaksesi Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau (FCTC) yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pengamat menilai, aksesi FCTC merupakan kepedulian dan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi hak kesehatan masyarakat secara umum dan juga menyelamatkan generasi muda dari epidemik tembakau.
Menurut Global Youth Tobacco Survey (GYTS, 2009) sebanyak 72,4% remaja di Indonesia memiliki orang tua yang merokok. Hal ini tentunya juga menjadi pendukung bagi kebanyakan generasi muda untuk merokok selain karena persepsi yang salah dari iklan-iklan di media massa.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, perokok pemula usia 10-14 tahun naik 2 kali lipat, dari 9,5% pada 2001 dan menjadi 17,5% pada 2010. Untuk kalangan remaja 15-19 tahun tercatat sebesar 38,4% remaja laki-laki merokok dan 0,9% remaja perempuan merokok.
Sosiolog dari Universitas Indonesia Dr Imam Prasodjo, MA juga mengatakan bahwa iklan-iklan rokok di televisi dan bahkan bungkus rokok yang beredar sekarang ini membuat tampilan rokok dinilai keren oleh masyarakat, sampai mereka melupakan bahaya sesungguhnya.
"Kalau misalnya kita lihat gambar penyakit seperti di bungkus rokok, paling tidak orang jadi memperhatikan lebih jauh dan jadi berpikir mengenai bahaya rokok," ungkap Imam, ditemui detikHealth baru-baru ini seperti ditulis Senin (23/6/2014).
Banyaknya perokok pemula disebabkan oleh mudahnya anak-anak memperoleh rokok bahkan tanpa ada penolakan sedikitpun. Kebanyakan, para remaja awal ini memperoleh rokok dari warung kelontong yang ada di mana-mana. Belum lagi kadang sering terdapat promo menarik dari membeli rokok dari convenient store.
FCTC sendiri sebetulnya memberikan ruang kepada pengembangan lintas sektor untuk mengendalikan masalah konsumsi tembakau. Hal ini akan mendorong koordinasi pengendalian produk tembakau antar sektor sehingga dampak buruk dari konsumsi rokok dapat diatasi dengan efektif.
Jika Indonesia tidak segera mengaksesi FCTC, diperkirakan konsumsi rokok akan meningkat tajam dan tentunya akan meningkatkan pula epidemi rokok serta kematian terkait penyakit akibat konsumsi rokok yang mulai mengintai generasi penerus bangsa.
(up/up)