Aktivis yang peduli terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak melakukan aksi di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (29/1). Mereka menuntut adanya perhatian lebih dari pemerintah dan elemen masyarakat terhadap kejahatan seksual pada anak dan perempuan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Kekerasan seksual seperti jadi mimpi buruk bagi orang tua dan anak-anak setelah banyaknya kasus yang terjadi belakangan ini. Kebanyakan dari pelaku adalah orang-orang yang berada di lingkungan anak-anak, seperti pada kasus JIS beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data dari American Psychological Association (APA), 60 persen pelaku biasanya adalah mereka yang mengenal betul si anak, tapi tidak kenal dengan keluarganya. Sebanyak 30 persen pelaku berasal dari anggota keluarga, seperti ayah, saudara, paman, atau lainnya. Hanya 10 persen pelaku yang benar-benar orang asing.
"Dalam kebanyakan kasus, pelaku biasanya laki-laki, terlepas dari jenis kelamin korban pilihannya. Laki-laki heteroseksual dan gay cenderung mengalami kelainan seksual pada anak-anak," tulis Apa.org.
Namun, meski kebanyakan kasus kekerasan seksual anak belakangan ini dilakukan oleh orang dewasa, tidak menutup kemungkinan pelaku juga bisa datang dari kalangan remaja. Sebanyak 23 persen pelaku kasus kekerasan seksual pada anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
Sementara itu, pelaku kekerasan seksual pada anak biasanya disebabkan sejumlah faktor, misalnya dalam pengaruh alkohol atau narkoba, pernah menjadi korban, kurangnya kontrol emosi, dan gangguan mental.
RINDU P. HESTYA | APA.ORG
Berita Lain:
Sajian Kuliner Indonesia Bersaing dengan Eropa dan Cina
Tujuh Anjuran Kesehatan bagi yang Pergi Umrah
Kisah Penikmat Dine-Out