Fredrick Dermawan Purba (Foto: Okezone) Bang Jeki,
Saya sedang galau. Saya punya kenalan pria yang umurnya jauh di bawah saya. Dia langsung ingin mengajak saya menikah, padahal kami baru berhubungan beberapa pekan lalu. Apakah saya harus menerima ajakannya untuk menikah? Kondisinya, umur saya lebih tua.
Evi – Cibubur
Jawaban :
Dear kamu yang sedang galau,
Menikah memanglah menjadi tujuan, dan keinginan dari (hampir) semua orang, juga menjadi apa yang diharapkan oleh keluarga, dan masyarakat untuk dilakukan oleh para anggotanya. Belum menikah pada usia tertentu seringkali menjadi sumber tekanan bagi sebagian besar kita, terutama ketika pertanyaan, "Mana pasangannya?" atau "Kapan nikahnya" dihadapi terus menerus dalam lingkup keluarga, pekerjan, maupun pertemanan.
Jika ada teman atau kerabat yang lebih muda akan menikah, tekanan itu kemudian makin membesar karena biasanya disertai dengan pertanyaan. "Dia saja yang lebih muda dari kamu sudah mau nikah, kamu kok belum?", seakan-akan pernikahan adalah perlombaan, seakan resepsi pernikahan adalah sebuah garis finish, seakan siapa yang lebih dahulu menikah adalah pemenangnya, seakan menikah adalah puncak keberhasilan. Sayangnya, bukan seperti itu adanya.
Pernikahan butuh persiapan. Bukan hanya dari resepsinya, yang adalah mudah jika bersedia mengeluarkan uang lebih untuk membayar wedding organizer. Pernikahan butuh persiapan fisik, psikologis, iman, sosial, dan ekonomi. Menjadi suami istri tidaklah seperti menjadi rekan usaha yang membuka usaha restoran bersama, yang kalau sudah merugi atau untung banyak, atau berbeda pendapat, lalu mudah saja berpisah.
Tapi pernikahan butuh pengenalan akan diri sendiri dan pasangan, kelebihan-kekurangan, visi hidup, keimanan, keluarga, pekerjaan, pertemanan, dan lain-lain. Untuk bisa saling mengenal dalam rangka bisa yakin untuk menikah dengan orang tertentu, butuh waktu dan usaha.
Coba kamu melihat diri sendiri, dan sang lelaki yang memintamu menjadi istrinya, sudahkah kamu cukup mengenal dirimu sendiri? Sudahkah kamu cukup mengenal dia? Sudahkah kamu tahu sifat baik, dan sifat buruknya? Apakah kamu sudah mengenal keluarganya? Tahukah kamu apa visi hidupnya? Setujukah kamu dengan rencananya tentang keluarga seperti apa yang hendak dia bina?
Apa kamu tahu berapa pendapatannya dan cukupkah itu untuk hidup kalian nanti? Jika belum, cari tahulah terlebih dahulu. Berkenalanlah terlebih dahulu. Buatlah rencana hidup kalian berdua, telitilah apa yang sama-sama sesuai untuk berdua, jalinlah kesepakatan berdua. Karena seorang pernah berkata, "Fail to plan is plan to fail".
Semoga cukup mengeliminir kegalauanmu.
Salam,
Fredrick Dermawan Purba
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (fik)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda. This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.