Jakarta, Dibanding laki-laki, wanita lebih rentan mengalami inkontinensia urine yang membuatnya susah menahan hasrat untuk kencing. Banyak faktor yang mempengaruhinya, baik perbedaan anatomi maupun melemahnya otot panggul usai melahirkan.
"Kalau dilihat dari perbandingannya, yang lebih rentan terkena inkontinensia urine ini bisa dibilang wanita," kata dr Chaidir A Mochtar SpU, PhD dari RS Cipto Mangunkusumo kepada detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (14/5/2014).
Dicontohkan oleh dr Chaidir, perempuan rentan mengalami inkontinensia urine akibat tekanan karena organ dasar panggulnya cenderung melemah usai melahirkan. Melahirkan lebih dari 3 kali disbeut-sebut semakin meningkatkan risiko untuk mengalaminya.
Terkait anatomi tubuh wanita, dr M Ayodia Soebadie, SpU dari RS Darmo Surabaya mengatakan bahwa saluran berkemih wanita relatif lebih pendek. Pria yang mengalami inkontinensia urine umumnya punya kelainan pada organ tersebut, sehingga salurannya tak terbentuk sebagaimana mestinya.
"Biasanya inkontinensia urine pada pria terjadi ketika pria itu mempunyai prostat yang besar yang membuat kandung kemihnya kecil," kata dokter yang akrab disapa dr Yodi tersebut.
Faktor usia juga berpengaruh. Menurut dr Yodi, menopause pada wanita yang sudah berumur juga bisa meningkatkan risiko inkontinensia urine. "Jadi sama seperti kulit yang keriput saat sudah menua, maka otot yang mendukung kandung kemih pun bisa menjadi lebih kecil saat menua," katanya.
Inkontinensia urine memang tidak mematikan, namun dr Chaidir mengingatkan bahwa kondisi ini bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan menurunkan produktivitasnya. Dan karena tidak mematikan, inkontinensia urine sering luput oleh pengamatan orang awam.
"Perlu diingat, jika seseorang sering 'kelepasan' pipis 1 atau 2 tetes namun dalam waktu yang reguler, dalam artian berulang kali, itu sudah merupakan gejala inkontinensia urine. Makanya itu harus segera diperiksa," pesan dr Chaidir.
(up/vit)