Jakarta, Rokok memang sangat mudah didapatkan di Indonesia. Tak hanya di supermarket atau warung kelontong, rokok juga bisa didapat di penjual asongan yang bertebaran di jalan-jalan, lampu merah, hingga area kampus dan sekolah.
Jika dipikir, pelajar yang belum berpenghasilan tetap seharusnya sulit membeli rokok yang rata-rata harganya Rp 15.000. Lalu bagaimana bisa pelajar begitu mudahnya mendapatkan rokok?
"Ya belinya ketengan aja. Sebatang dua batang kalau pengen merokok aja. Atau setengah tergantung ada duitnya atau enggak. Jarang sih beli sebungkus gitu," ujar Boy (17) pelajar kelas 2 di salah satu SMU Negeri di Jakarta Selatan kepada detikHealth dan ditulis Sabtu (31/5/2014).
Rokok ketengan atau pembelian secara satuan memang menjadi alasan begitu mudahnya pelajar membeli rokok. Hampir di seluruh warung kelontong menjual rokok secara ketengan. Dengan harga Rp 1.000-2.000 pelajar dapat merokok dengan mudah dan murah.
Tak hanya memudahkan pelajar, penjualan rokok ketengan juga dinilai lebih menguntungkan bagi para penjual rokok. Abah Saimin (51) seorang pemilik warung kelonton tempat Boy dan teman-temannya berkumpul mengatakan keuntungan yang di dapat dari menjual rokok secara ketengan lebih besar daripada harus menjual per bungkus.
"Ya lebih untung lah. Kalau rokok sebungkus Rp 14.000 isi 16 batang dijual satuan Rp 1.000 kan saya jadi untung Rp 2.000," tandas Saimin yang sudah menjual rokok sejak pertama kali warungnya didirikan.
Pengamatan detikHealth, memang hampir seluruh teman-teman Boy yang merokok membeli rokok secara satuan atau ketengan. Padahal, warung Saimin tempat mereka membeli rokok hanya berjarak kurang dari 10 meter dari gerbang sekolah.
Saimin menambahkan bahwa tidak pernah ada teguran atau imbauan dari pihak sekolah terkait penjualan rokok. Dikatakan Saimin bahwa menurutnya guru yang mengajar mengetahui aktivitas merokok murid-muridnya, namun mereka seakan tidak peduli.
"Mungkin kalau mereka (pelajar) merokoknya di dalam lingkup sekolahan ya akan dimarahi dan dihukum kali. Cuma kalau merokok disini kayanya (guru) pada tahu. Tapi saya nggak pernah ditegur," ujarnya.
(up/up)