PROGRAM Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan ledakan penduduk dan menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Namun, masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan program KB, terutama di daerah-daerah.
Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu tahun 2012, yaitu 359/100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, menurut mantan Kepala BKKBN tahun 1983, Prof. Dr. Haryono Suyono harus menggerakkan masyarakat kembali untuk mensosialisasi program KB di desa-desa.
"Jadi, jangan hanya kader BKKBN formal saja yang bekerja, tetapi juga masyarakat turut berperan," terangnya pada "High Level Seminar on ICPD Beyond 2014" di Gran Melia Hotel, Jl. HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Selasa (1/4/2014).
Lebih lanjut, Prof. Haryono menceritakan pada 1989, program KB dianggap paling terbaik di seluruh dunia. Sehingga pada 1989 tersebut dijadikan sebagai momentum untuk membangun keluarga Indonesia.
Setelah itu, Prof. Haryono mengatakan bahwa pada 1990-an program-program pembangunan dikaitkan dengan program-program pemetasan kemiskinan, sehingga program pembangunan keluarga bersifat multisektoral. Dengan multisektoral ini, menurut Prof. Haryono, dari tahun 1980-2000 di tahun 1990-an tidak ada goncangan TFR (Total Fertility Rate) angka kelahiran total dan terus turun sampai 2000.
Lantas, bagaimana agar program KB bisa sebaik seperti tahun 1989?
Selain menyebarkan bidan-bidan ke setiap daerah-daerah pedesaan, perlu juga menggalakkan kembali peran Posyandu untuk pelayanan KB dan kesehatan. Menurutnya, pelayanan keluarga berencana dari posyandu oleh bidan bisa menjadi kunci mengajak masyarakat untuk ikut program KB.
"Posyandu juga untuk melakukan pendekatan kepada keluarga-keluarga agar hanya mempunyai dua anak saja," imbuhnya.
(tty)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.