Jakarta, Baru-baru ini, dunia pendidikan Tanah Air dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual yang dialami bocah yang baru duduk di bangku TK. Bisa dipastikan, pelaku kekerasan seksual adalah seorang paedofilia.
Menurut psikolog Monica Sulistiawati, kasus kekerasan seksual terhadap bocah TK di JIS termasuk kategori molestation yakni tindakan yang menimbulkan luka secara fisik misalnya perkosaan atau sodomi.
Pelakunya bisa dihukum akibat kelalaian mengendalikan dorongan seksualnya pada anak meskipun sebab minatnya terhadap anak karena gangguan kepribadian memang butuh penanganan khusus.
"Paedofilia termasuk dalam gangguan kepribadian. Karakteristiknya antara lain ketertarikan seksual berlangsung berulang selama enam bulan dengan objek anak yang belum matang secara seksual, biasanya di bawah 13 tahun," terang Monic, begitu ia biasa disapa.
Selain itu, kondisi ketertarikan pada anak-anak ini akan menimbulkan gangguan sehari-hari. Nah biasanya pelaku berusia di atas 16 tahun atau beda usia pelaku dan korban yakni lima tahun dengan korban berusia 13 tahun ke bawah. Lain halnya jika pria berusia 27 tahun menjalin hubungan dengan wanita usia 21 tahun, itu tidak termasuk kategori paedofilia.
Terkait kasus kekerasan seksual murid TK JIS menurut Monic kasus tersebut masuk dalam kategori moletation. Sebab korban diancam dan mengalami luka. Ia pun menekankan, kejahatan seksual paling jahat jika dilakukan pada anak-anak, karena waktu berkembang anak masih panjang.
"Sepanjang hidupnya dia dihantui trauma. Orang tua perlu investasi biaya, waktu, dan tenaga. Apalagi nggak cukup sembuhkan trauma satu atau dua tahun," imbuh Monic dalam Bincang Bareng 'Protect Your Children From Stranger' di kantor Personal Growth di Rukan Aries Niaga, Jl Taman Aries, Meruya, Jakarta Barat, dan ditulis pada Senin (28/4/2014).
Sementara itu, psikolog Ratih Ibrahim menyatakan paedofilia ada di mana-mana dengan mayoritas laki-laki. Dikatakan Ratih, paedofil adalah predator yang bisa 'mengambil' anak laki-laki dan perempuan, rupanya pun bisa bermacam-macam dan tidak terlihat jahat.
Oleh karena itu, Ratih menekankan perlu adanya pengawasan bagi anak oleh orang tua. Misalkan saat anak ingin ke toilet ketika di mal, beri waktu dia apakah akan buang air kecil atau buang air besar. Orang tua pun harus menunggu di luar toilet, jika ibu menunggu anak di luar dan ia tak kunjung keluar, teriaki saja.
"Jangan malu itu anak kita kok. Katakan pada anak kalau di dalam toilet don't talk to stranger, kalau ada orang yang mencurigakan dia sedikit agresif nggak apa-apa, lari atau teriak. Kalau perlu ajari anak bela diri atau skill apapun yang bisa digunakan anak untuk membela dirinya," tutup Ratih.
(rdn/vit)