Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersikeras menolak rencana pemerintah untuk melakukan persetejuan (aksesi) FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Menurut Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H ada 7 hal yang melatarbelakangi ketidaksetujuan itu.
Berikut 7 hal tersebut, seperti dijelaskan Nafsiah Mboi dalam Konferensi Pers Terkait FCTC di Gedung Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra), Jakarta, Selasa (1/4/2014).
1. Kemenperin setuju dampak negatif asap rokok terhadap kesehatan.
2. UU 18 tahun 2008 dinyatakan bahwa perkebunan tembakau termasuk industri strategis.
3. Rokok kretek merupakan heritage (warisan) dari Indonesia yang harus dipertahankan
4. Tenaga kerja tidak bisa dihilangkan begitu saja
5. Menurut Kemenperin, APBN 90 persen dari cukai rokok. Padahal itu tidak benar. Nafsiah Mboi menjelaskan bahwa cukai rokok saat ini Rp 100 triliun, sedangkan APBN sudah Rp 2000 triliun.
6. Pengalihan tanaman.
7. Aksesi FCTC tidak perlu.
Pada tahun 2013, tercatat tinggal dua kementerian yang menyatakan menolak rencana pemerintah untuk meratifikasi konvensi pengendalian tembakau melalui FCTC, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Pertanian (Kementan)
Saat itu Kemenperin menyatakan bahwa pihaknya mendukung perlindungan kesehatan masyarakat, dalam upaya mengatasi dampak negatif rokok.
Dalam setiap kesempatan Nafsiah Mboi menegaskan, industri rokok tidak perlu takut bila dilakukan aksesi FCTC saat ini juga. Karena, industri rokok akan terus mencari celah selama 24 jam untuk menjual rokok pada siapa pun.
"Ketika negara aksesi FCTC ini, maka jumlah perokok masih tetap banyak dan tidak berkurang. Sehingga, pihak mana pun, terlebih industri rokok, tidak perlu cemas adanya pengurangan jumlah perokok," kata Menkes menegaskan.
(Abd)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.