Liputan6.com, New York Senyuman sering dikaitkan dengan perasaan bahagia. Tapi senyuman tak selalu menunjukkan bahwa seseorang sedang bahagia dan sebaliknya. Lantas mengapa orang tersenyum?
Dr Nakia Gordon, Asisten Profesor Psikologi dan Ahli Emosidi Marquette University, menjelaskan, neuroscience saja tak bisa mengetahui asal senyum itu.
"Data neuroimaging (gambar otak saat aktif) memberitahu kita bagaimana ekspresi emosi yang dirasakan. Ia tak memberitahu kita mengapa kita tersenyum (lawan dari mengerutkan kening)," kata Dr Gordon seperti dilansir MedicalDaily, Senin (14/4/2014).
Beberapa ahli mengatakan, jawabannya terletak pada psikologi evolusioner, yakni cabang dari psikologi yang berusaha memahami setiap aspek perilaku manusia sebagai hasil dari trial dan error. Untuk seorang psikolog evolusioner, senyuman menjadi alat sosial yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
Marianne LaFrance , seorang psikolog eksperimental di Yale dan penulis buku Lip Service mengatakan, ada perbedaan antara senyuman yang datang dari jiwa, senyuman yang tak disengaja, dan yang dilakukan dengan sadar.
LaFrance menjelaskan, sebelumnya Guillaume-Benjamin Duchenne, yang hidup semasa Darwin melakukan eksperimen yang melihat otot tunggal pada wajah dengan listrik kemudian melihat perubahannya. Berkat penelitian Duchenne, para ilmuwan yang mempelajari ekspresi wajah membedakan antara senyum Duchenne nonsosial dan senyum Duchenne spontan. Jika senyum melibatkan otot-otot di sekitar mata seseorang, itu mungkin senyum Duchenne.
Penelitian modern menekankan semua orang tahu pikiran memengaruhi ekspresi, tapi sedikit yang tahu bahwa ekspresi memengaruhi pikiran. "Bahkan mengubah cemberut bisa membuat Anda merasa lebih baik," kata Gordon.
"Penelitian menunjukkan bahwa otak kita menerima umpan balik dari otot kita ( dan organ internal lainnya) untuk membantu melihat bagaimana perasaa kita."
Pada penelitian akhir tahun 1980-am oleh Dr Fritz Strack dan rekan-rekannya di University of Mannheim di Jerman melakukan uji coba pada dua kelompok. Beberapa diminta menahan pensil di antara gigi dan sisanya diminta menahannya di antara bibir.
Apabila mencoba keduanya, Anda akan menemukan ada yang memaksa tersenyum dan karena kekuatan cemberut. Peserta kemudian diminta membaca komik dan menilai tingkat humornya. Temuan yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa senyum yang dipaksakan memang bisa meningkatkan kejenakaan. Pasien yang menahan pensil dengan gigi menemukan komik lucu dibanding orang yang menahan pensil dengan bibir.
"Jadi senyum tidak hanya mewakili dan berkomunikasi tentang perasan kita ke orang lain, mereka juga membantu kita memiliki perasaan yang lebih kokoh, " kata Gordon.
(Abd)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.