Jakarta, Di Indonesia, sunat perempuan lebih banyak didasari oleh pertimbangan adat dan agama. Karena dinilai bukan tindakan medis, peraturan menteri kesehatan tentang sunat perempuan yang berlaku sejak 2010 akhirnya dicabut.
"Kalau dasarnya agama kan biar peraturan agama yang mengatur," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr Supriyantoro, Sp.P, MARS, saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Senin (24/2/2014).
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636/2010 tentang Sunat Perempuan dicabut pada 6 Februari 2014, melalui Permenkes No 6/2014. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa sunat perempuan bukan merupakan tindakan medis, sehingga tidak perlu diatur.
Meski tujuannya adalah membatasi agar praktik sunat perempuan tidak mengarah ke Female Genital Mutilation (FGM), Permenkes tentang Surat Perempuan banyak menerima kritik terutama dari kalangan aktivitas perempuan. Permenkes tersebut dinilai rentan melanggar hak-hak perempuan.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan pernah melarang medikalisasi sunat perempuan melalui Surat Edaran No HK.00.07.1.3.1047a tahun 2006. Larangan tersebut melunak dalam Permenkes No 1636/2010 karena sunat perempuan di Indonesia dinilai tidak sama dengan FGM dan hanya bersifat simbolis.
"Kalau itu tradisi, sejauh tidak mengganggu kesehatan maka tidak bisa dilarang. Yang harus dipertimbangkan bagi yang melakukan (sunat perempuan), adalah masalah higienis. Tempat melakukannya harus bersih, pakai sarung tangan, dan lain-lain. Jangan sampai karena budaya lalu merusak organ kelamin wanita," jelas dr Supriyantoro.
(up/vit)