Jakarta, Hampir setiap orang pasti pernah mengonsumsi obat berbentuk effervescent atau obat yang diminum dengan cara dimasukkan ke air dan mengeluarkan bunyi berdesis, entah itu vitamin, suplemen maupun obat jenis lainnya. Sebuah studi baru memperingatkan konsumsi obat semacam ini memunculkan risiko sakit jantung.
Menurut peneliti, tak lain ini karena kandungan garam yang tinggi dalam obat-obatan yang mudah larut dalam air tersebut. Hal ini dikemukakan tim peneliti dari University of Dundee dan University College London.
Jadi jika seseorang mengonsumsi obat pereda nyeri, vitamin, suplemen atau obat-obatan lain yang berbentuk effervescent dengan dosis maksimal setiap hari, maka ia melebihi batas konsumsi sodium harian. Sodium merupakan komponen utama dari garam.
Asupan garam yang tinggi sendiri telah lama dikaitkan dengan risiko hipertensi, yang menjadi faktor risiko kunci dari penyakit kardiovaskular seperti stroke dan serangan jantung. Hal ini telah dipastikan George bersama timnya setelah mengamati lebih dari 1,2 juta pasien dan membandingkan pasien yang mengonsumsi obat berupa effervescent dan mengandung sodium dengan pasien yang mengonsumsi obat serupa namun tidak mengandung sodium, rerata selama tujuh tahun.
Ternyata selama berlangsungnya studi, lebih dari 61.000 partisipan mengalami gangguan kardiovaskular baru. Kondisinya tetap sama meski peneliti telah mempertimbangkan faktor lain seperti indeks massa tubuh (BMI), status merokok, asupan alkohol, riwayat penyakit kronis dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Peneliti menemukan peluang sakit jantung bagi seseorang yang mengonsumsi obat yang mudah larut dalam air itu pun mencapai 16 persen. Mereka juga berisiko tujuh kali lebih besar mengidap tekanan darah tinggi. Bahkan tingkat kematiannya mencapai 28 persen lebih tinggi daripada pasien yang tidak mengonsumsi obat non-sodium.
"Banyak pasien yang butuh sediaan obat semacam ini, misalnya yang susah menelan tablet berukuran besar. Namun yang kami inginkan adalah agar pasien dapat membuat keputusan memilih obat yang benar sesuai bimbingan dokter mereka," tutur Jacob George dari University of Dundee, yang juga memimpin studi ini.
"Mereka terutama harus diperingatkan tentang potensi bahaya asupan sodium yang tinggi dari obat-obatan semacam ini," imbuhnya seperti dilansir NY Daily News, Jumat (29/11/2013).
(
vit/vit)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.